Cara Budidaya Rumput Laut Yang Cocok Untuk Pemula Dengan Hasil Yang Melimpah

Rumput laut menjadi komoditas penting karena merupakan bahan baku industri. Rumput laut menghasilkan keraginan, agar-agar dan alginat adalah polisakarida yang merupakan bahan untuk penstabil, pengemulsi, pengental dan aditif pada industri kosmetik (sampo, sabun mandi, pelembab, pasta gigi, dan sebagainya), industri farmasi (tablet, kapsul, salep, insektisida, pestisida, dan sebagainya) industri tekstil, industri keramik, dan industri makanan.

Rumput laut juga dikonsumsi dan digunakan dalam pengobatan tradisional sejak lama. Sebagai obat, masyarakat pesisir biasa menggunakannya sebagai obat luar (anti septik dan pemeliharaan kulit). 

Cara yang umum dilakukan adalah merebus rumput laut dan air rebusan inilah yang dipakai. Atau, dengan menggerus rumput laut sampai menjadi bubuk kemudian dipakai sebagai obat.

A. Mengenal Jenis-jenis Rumput Laut

1. Alga Merah

Alga merah (Rhodophhyceae) atau rumput laut merah merupaka kelas dengan spesies atau jenis yang paling banyak dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. 

Tumbuhan ini hidup di dasar perairan laut sebagai fitobentos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang hidup, karang mati, cangkang moluska, batu vulkanik ataupun kayu. 

Kedalamannya mulai dari garis pasang surut terendah sampai sekitar 40 meter. Di laut Mediterania dijumpai alga merah pada kedalaman 130 meter.

Habitat (tempat hidup) umum alga merah atau rumput laut merah adalah terumbu karang. Karena habitat umumnya pada terumbu karang, maka sebaran jenis rumput laut tersebut mengikuti pula sebaran terumbu karang. 

Sedangkan untuk kehidupan terumbu karang diperlukan kejernihan perairan yang tinggi, bebas dari sendimentasi dan salinitas yang tinggi yaitu 30 ppt atau lebih. Perairan Indonesia semakin ke Timur semakin tinggi kecerahannya dan salinitasnya. 

Karena itu, struktur dan kondisi terumbu karangnya semakin baik dan menyebabkan keanekaragaman rumput laut semakin tinggi. Alga merah atau rumput laut merah yang tumbuh secara alami dan menempati habitat-habitat tertentu sebanyak 48,5%.

2. Alga Hijau

Di Indonesia terdapat sekitar 12 marga alga hijau atau rumput laut hijau (Chlorophyceae). Sekitar 14 jenis telah dimanfaatkan, baik sebagai bahan konsumsi maupun untuk obat. Alga hijau ditemukan hingga pada kedalaman sampai 10 meter atau lebih di daerah yang terdapat penyinaran yang cukup. 

Jenis-jenis dari rumput laut ini tumbuh melekat pada substrat, seperti batu, batu karang mati, cangkang moluska, dan ada yang tumbuh diatas pasir.

Sesuai dengan namanya, kelompok alga ini berwarna hijau. Beberapa alga hijau terutama dari marga Halimeda menghasilkan kerak kapur (CaCO3) dan menjadi salah satu penyumbang endapan kapur di laut. 

Jenis Halimeda tuna terdiri atas rantai bercabang dari potongan tipis berbentuk kipas. Potongan-potongan ini berkapur, masing-masing bergaris tengah 2 cm. Yang terbesar dihubungkan satu dan lainnya oleh sendi-sendi tak berkapur.

Kelas Chlorophyceae dapat melakukan perkembangbiakan secara seksual dan aseksual. Cara berkembangbiak secara seksual, mula-mula suatu sel dari tumbuh-tumbuhan yang pipih dan berlapis dua membentuk sel kelamin yang disebut gamet berbulu getar dua. 

Setelah gamet ini lepas ke dalam air, mereka bersatu berpasangan dan melalui pembelahan sel berkembang menjadi tumbuh-tumbuhan baru yang dikenal sebagai sporofit (Sporophyte), tetapi biasanya melalui fase benang dulu. 

Sedangkan secara aseksual, setiap sel biasa dari tumbuh-tumbuhan sporofit dapat membentuk zoospora berbulu getar empat. Zoospora ini setelah dilepas tumbuh langsung menjadi gametofit (gamethophyte), yakni tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gamet. 

Prosesnya dikenal sebagai pergantian generasi dan terkait dengan ini adalah perubahan sitologi yang penting. Perkembangbiakan secara aseksual dapat pula terjadi dengan fragmentasi yang membentuk tumbuh-tumbuhan tak melekat.

3. Alga Cokelat

Kelas alga cokelat atau rumput laut cokelat (Phaeophyceae) di perairan Indonesia terdapat sekitar 8 marga dan 6 jenis diantaranya telah dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia, terutama untuk dikonsumsi langsung dan obat. Kelompok alga laut atau rumput laut penghasil algin (alginofit) berasal dari kelas ini, terutama jenis Sargassum sp, Cystoseria sp dan Turbinaria sp.  

Alga cokelat merupakan alga yang berukuran besar. Alga cokelat ada yang membentuk padang alga di laut lepas. Tumbuhan ini membentuk hutan lebat dan diantara daun-daun dan tangkai-tangkainya yang melambai-lambai di dalam dan dipermukaan laut, hidup beribu-ribu ikan neritik yang mendapatkan makanan dari alga ini dan menjadikan hutan alga ini sebagai tempat berlindung dari musuh-musuhnya.

Kelas ini berkembangbiak dengan cara pergantian generasi. Seperti pada jenis Nereocystis, tumbuh-tumbuhan sporofit yang besar menghasilkan satu seri sori atau fruiting areas yang nampak sebagai bercak cokelat kehitam-hitaman, memanjang sepanjang seluruh daun. 

Mulai dari ujung daun, bercak ini terlepas pada saat tumbuh-tumbuhan matang meninggalkan celah lebar (3-10 cm) pada daun. Dari sori yang matang, keluarlah zoospora berbulu getar yang tak terbilang jumlahnya dan jika mencapai substrat yang cocok akan tumbuh menjadi tumbuh-tumbuhan berbentuk benang yang kecil, yang merupakan fase gametofit yang tak kelihatan nyata. 

Jadi alih generasi seperti ini adalah heteromorfik (heteromorphic). Beberapa alga cokelat menunjukkan alih generasi yang isomorik. Penting untuk dicatat, bahwa suatu konversi zoospora mungkin dapat dilakukan oleh Nereocystis, yakni dengan kebiasaannya menyebarkan sorus matang yang lengkap, yang ketika tenggelam di dasar padang alga memungkinkan menemukan substrat yang cocok.

Dalam kelompok alga cokelat, seperti Fucus dan Sargassum, tumbuh-tumbuhan utamanya adalah sporofit, di dalam ribuan konseptakel (conceptacle) berbentuk cawan yang sangat kecil yang membentuk kantung-kantung udara (bladders), gamet terbentuk seperti spora. Spora-spora ini bersatu setelah disebarkan bebas ke air. Jadi pergantian generasi hanya nyata secara sitologi.

B. Benih Rumput Laut

Benih rumput laut dapat berasal dari stok alam atau dari hasil pembudidayaan. Keunggulan penggunaan benih yang langsung diambil langsung dari alam adalah di samping mudah dan murah pengadaannya, juga cocok dengan persyaratan pertumbuhan secara alami. 

Kekurangan benih alami adalah benih sering tercampur dengan jenis rumput laut lainnya. Karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat memilih benih yang benra-benar menjadi tujuan budidaya. 

Benih yang berasal dari budidaya lebih murni karena hanya terdiri atas satu jenis rumput laut, tetapi bermasalah dalam hal mendatangkannya.

Pengadaan benih rumput laut dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Pengadaan benih secara vegetatif dilakukan dengan mengambil ujung-ujung tanaman sepanjang 10-20 cm dan digunakan sebagai bibit. 

Hendaknya dipilih tanaman yang sehat pada bagian ujung, karena bagian ini terdiri dari sel dan jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal.

Pembiakan vegetatif pada rumput laut dapat juga dilakukan melalui kultur jaringan secara in vitro (kultur di dalam gelas). Kultur jaringan adalah salah satu cara menghasilkan benih unggul, perbaikan sifat genetik tanaman dan bebas virus. 

Cara ini dipandang cepat, efektif dalam usaha tanpa memerlukan lahan untuk pembibitan. Hasil aplikasi benih rumput laut dari hasil kultur jaringan menunjukkan bahwa benih yang berasal dari kultur jaringan menunjukkan bahwa benih yang berasal dari kultur jaringan mempunyai laju pertumbuhan rata-rata 6,95 % sedangkan dari benih alam hanya mencapai rata-rata 5,74 %.

Pembiakan secara generatif adalah dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif tanaman. Mula-mula dipilih tanaman dewasa yang sehat dan segar. 

Bila disekitar lokasi budidaya tidak terdapat benih, maka pengadaan benih memerlukan perlakuan yang baik agar benih tetap sehat dan segar ketika tiba di lokasi budidaya. Pada lokasi budidaya yang dekat dengan sumber benih, pengadaan benih cukup menggunakan perahu dampan. 

Benih disimpan di dasar perahu dan ditutup agar selama perjalanan benih tetap basah atau lembab serta mendapatkan sirkulasi udara. Benih juga harus terhindar dari air tawar atau hujan, panas matahari langsung, minyak atau kotoran-kotoran lain.

Bila lokasi budidaya jauh dari sumber benih, pengangkutan benih dilakukan dengan pengepakan. Benih rumput laut disusun dalam kantong plastik secara berselang-seling dengan spons, atau kain, atau kapas yang telah dibahasi air laut. 

Agar benih tidak rusak dan patah, penyusunan benih tidak dipadatkan. Kantong plastik yang sudah penuh diikat pada bagian atasnya, dan buat lubang pada bagian ini dengan cara menusuknya dengan jarum. Masukkan plastik ke dalam kotak karton dan siap diangkut.

Setelah sampai dilokasi budidaya, benih rumput laut segera dibuka dari pengepakan dan direndam dalam air laut di pantai atau di dalam tambak (tempat menyimpan benih). 

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar benih rumput laut tetap segar dan tidak rusak, juga dimaksudkan untuk penyesuaian atau adaptasi benih pada lingkungan perairan baru dimana benih akan dibudidayakan.

Setelah dilakukan perendaman 1-2 hari, barulah dapat dilakukan pemilihan benih yang masih baik dibudidayakan. Benih yang baik terlihat bersih dan segar, sebagaimana keadaan waktu dilakukan pengambilan atau sebelum pengangkutan.

C Budidaya Rumput Laut

Budidaya rumput laut dapat dilakukan di laut dan di tambak. Budidaya rumput laut di laut dilakukan di daerah pasang surut hingga pada kedalaman 15 meter dengan metode dasar (bottom method), metode lepas dasar (off bottom method), dan metode apung (floating method).

Spesies rumput laut yang paling banyak dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii/Euchema cottoni, Euchema denticulatus/E. spinosum, Gracilaria verucosa, G. gigas, G. Edulis, dan G. Confervoides. Benih rumput laut dengan bobot 50-100 gram diikat pada tali rafia dan diikatkan pada tali ris. Jarak antar-tanaman pada tali ris 25-30 cm. Selanjutnya tali ris diikat pada wadah budidaya. Yang perlu diperhatikan adalah tanaman harus berada sekitar 30-50 cm dibawah permukaan air laut. Pemeliharaan rumput laut berlangsung 45-50 hari.

Selama pemeliharaan, pemantauan dan perawatan terhadap rumput laut dan wadah budidaya harus rutin dilakukan. Perawatan meliputi pembersihan lumpur, kotoran dan biofouling yang menempel pada thallus rumput laut, penyisipan tanaman rusak atau lepas dari ikatan, penggantian tali, patok, bambu dan pelampung yang rusak, serta penjagaan tanaman dari serangan predator.

Budidaya rumput laut di tambak, umumnya dari golongan rumput laut merah (Rhodophyceae). Jenis-jenis dari marga Gracillaria adalah yang paling banyak dan cocok dibudidayakan di tambak, terutama Gracilaria verucosa, G. gigas, G. edulis dan G. confervoides. Salinitas perairan yang cocok untuk marga ini antara 15-34 ppt, karena cocok dibudidayakan di tambak.

Tanaman ini ditempatkan di dalam bak yang berisi air laut, kulit kerang, kerang mati, atau benda padat lainnya yang dapat berfungsi sebagai substrat. 

Dari tanaman akan kelur spora yang selanjutnya menempel pada substrat. Setelah spora menjadi tanaman kecil, substrat harus dipindahkan ke lokasi budidaya.

Pekerjaan rutin yang dilakukan setelah penebaran adalah pengontrolan, pergantian air dan pemupukan susulan. 

Pengontrolan dilakukan untuk meratakan tanaman dan menyingkirkan organisme pengganggu, seperti lumut dan siput. 

Angin dapat menyebabkan tanaman mengumpul di suatu tempat di dalam tambak. Tanaman yang mengumpul segera diratakan. 

Pemeliharaan rumput laut di tambak dilakukan 2-2,5 bulan. Laju pertumbuhan harian rumput laut yang dibudidayakan di tambak cukup tinggi, antara 3,00 - 5,76%/hari. 

Tahllus rumput laut lebih panjang dan lebih banyak percabangannya pada metode tebar dasar yang bermuara pada pertumbuhan yang lebih cepat. 

Hal ini karena metode tebar dasar memungkinkan rumput laut mempunyai kesempatan untuk mendapat nutrien dari air dan tanah dasar tambak.

Teknik budidaya rumput laut di tambak secara polikultur tidak berbeda dengan monokultur. Biota yang dapat dipolikultur dengan rumput laut antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (P.merguiensis, P. indicus), udang vannamei (Litopenaeus vannamei), ikan bandeng (Chanos chanos), kerapu ( Epinephelus suillus, E. fuscoguttatus), kakap (lates calcalifer), dan nila (Oreochromis nilotocus).

D. Panen dan Penanganan Hasil Panen

Pemeliharaan rumput laut untuk menghasilkan rumput laut bermutu tinggi sesuai dengan kandungan bahan utama merupakan patokan dalam menentukan waktu panen. 

Rumput laut Kappaphycus membutuhkan waktu pemeliharaan 45-50 hari, sedangkan Gracilaria membutuhkan waktu 60-75 hari.

Panen rumput laut yang dibudidayakan di laut secara selektif atau total. Panen selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepaskan ikatan tali ris. 

Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut, tetepi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sedangkan panen secara total dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman sekaligus sehingga waktu kerja relatif singkat. 

Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budidaya.

Pemanenan rumput laut di tambak sangat mudah. Rumput laur Gracilaria sp dipanen dengan cara diangkat dengan menggunakan tangan dan dimasukkan ke dalam perahu yang telah disiapkan. Petambak sering menyisikan rumput laut untuk dipelihara lebih lanjut.

Cara panen rumput laut yang diterapkan petani bervariasi. Ada petani rumput laut yang memanen hasil dengan cara petik. 

Cara ini dilakukan dengan memisahkan cabang-cabang dari tanaman induknya. Selanjutnya tanaman induk ini dipergunakan kembali untuk penanaman berikutnya. 

Cara pemanenan yang lain adalah dengan mengangkat seluruh tanaman rumput laut di dalam tambak. Sedangkan penanaman berikutnya dapat digunakan ujung tanaman yang masih muda. Antara kedua cara pemanenan tersebut terdapat keuntungan dan kerugian. 

Cara pertama lebih mudah, tetapi kecepatan tumbuh benih yang berasal dari tanaman induk lebih rendah dibandingkan dengan tanaman muda seperti pada cara kedua. Kelebihan cara kedua, selain kecepatan tumbuh benih lebih tinggi, juga agar-agar yang dikandung lebih tinggi.

Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku berupa rumput laut kering telah dilakukan petani. Untuk menghasilkan rumput laut kering dilakukan penjemuran. 

Tahap-tahap penjemuran sebagai berikut :

  1. Rumput laut hasil panen dibersihkan dari kototran, seperti pasir, batu-batuan, lumpur, dan dipisahkan jenis yang satu dengan yang lain.
  2. Setelah bersih, rumput laut dijemur diatas alas selama 2-3 hari. Agar hasilnya lebih baik, rumput laut dijemur diatas para-para dan tidak ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.
  3. Setelah itu, rumput laut dicuci dengan air tawar yang bersih sehingga benar-benar bersih. Kemudian dijemur kembali 1-2 hari samapi benar-benar kering.
  4. Rumput laut yang telah kering perlu dibersihkan dari berbagai kotoran yang masih tertinggal. Caranya dengan diayak.
  5. Rumput laut yang telah kering dapat langsung dijual kepada pedagang pengumpul. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan, dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg.