Awalnya cacing tanah memang menjijikkan, tetapi dengan menggali potensi dari hewan belendir ini, justru akan berbalik menggiurkan.
Jangankan melihatnya,membayangkannya pun bisa membuat merinding.
Ya, itulah cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang umumnya sangat ditakuti oleh kaum hawa karena tubuhnya yang kotor dan gerakannya yang menggeliat-geliat.
Padahal, cacing tanah sangat banyak manfaatnya, terutama dalam menyuburkan dan menggemburkan tanah.
Selain itu, saat ini cacing tanah juga banyak digunakan sebagai pakan ternak, bahan untuk obat-obatan dan kosmetik, penghasil pupuk organik, hingga bahan olahan untuk dikonsumsi manusia.
Dalam dunia kesehatan internasional, tidak sedikit kios jamu yang menjual jamu khusus penyakit tifus dan maag yang ternyata berbahan dasar cacing tanah.
Jamu tersebut terbukti mampu mengobati penyakit-penyakit tersebut.
Sebagai bahan makanan, cacing tanah juga kerap menjadi bahan dasar untuk membuat lauk yang sarat akan gizi.
Selain untuk kepentingan rupiah, usaha ternak cacing tanah bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Misalnya, jika dirumah memelihara burung atau belut yang membutuhkan cacing tanah sebagai pakannya.
Cacing tanah memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan belut.
Sementara pada burung, cacing tanah dipercaya dapat meningkatkan kualitas kicauan.
Karena manfaatnya yang cukup banyak, dewasa ini cacing tanah sudah mulai banyak dikembangbiakkan.
Selain dalam bentuk cacing utuh, cacing tanah juga dapat menghasilkan pupuk, yaitu kascing atau bekas cacing yang laku dijual dipasaran.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk beternak cacing menjadi alternatif usaha yang bisa dilakukan di rumah.
A. Lokasi dan Wadah Pemeliharaan
Beternak cacing memang tidak membutuhkan lahan yang luas.
Oleh karena itu, bisa dilakukan di dalam rumah.
Biasanya, para pelaku ternak cacing tanah menggunakan ruangan tertutup berupa kamar dengan menempatkan wadah-wadah pemeliharaan yang disusun secara vertikal.
Hal ini bertujuan agar cacing tanah tidak terkena sinar matahari langsung dan kelembapannya selalu terjaga.
1. Bangunan Pelindung
Bangunan pelindung merupakan alternatif pemeliharaan yang tepat bagi cacing tanah.
Bangunan pelindung ini dibuat untuk meletakkan wadah pemeliharaan cacing tanah agar terlindung dari sinar matahari langsung dan air hujan.
Oleh karena harus memudahkan dalam pemeliharaan, pembuatan bangunan pelindung haruslah tepat.
Bangunan pelindung dapat dibuat dari bahan-bahan yang mudah untuk dijangkau, baik dari segi biaya atau cara mendapatkannya.
Tiang dan raknya bisa menggunakan bambu atau kayu.
Dindingnya bisa menggunakan plastik mulsa, paranet, atau anyaman bambu.
Sementara itu, atapnya dapat menggunakan ijuk, asbes, atau seng plastik.
Di dalam banguanan pelindung, sebaiknya tersedia rak-rak yang nantinya akan digunakan untuk menempatkan wadah pemeliharaan cacing.
Rak-rak sebaiknya tersusun menurut pola tertentu.
Hal ini dimaksudkan untuk mengefisiensikan penggunaan tempat.
Penataan rak sendiri juga harus memudahkan akses dalam melakukan proses budidaya seperti perawatan, pengontrolan, dan pemberian pakan.
2. Wadah Pemeliharaan
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan cacing tanah ada beberapa macam, bisa berupa drum, kaleng,karung, ember.
Namun, bila ingin mendapatkan hasil panen yang lebih baik, gunakan wadah yang terbuat dari kotak kayu atau plastik.
Ke dalam wadah pemeliharaan biasanya harus ditambahkan karung atau terpal sebagai alasnya, terutama bila wadah yang digunakan berupa kotak bumbu atau kotak plastik karena berongga.
Tujuannya tak lain agar media tidak bocor.
B. Media Sekaligus Pakan
Di dalam media, cacing akan melangsungkan hidupnya, yakni bergerak, makan, tumbuh, dan berkembangbiak.
Oleh karena itu, media yang digunakan harus memenuhi syarat tumbuh cacing tanah.
1. Makanan Cacing Tanah
Cacing tanah dikenal menyukai bahan organik yang sedang membusuk, baik itu dari hewan ataupun sayuran.
Jenis dan banyaknya pakan sangat mempengaruhi populasi, laju pertumbuhan, dan laju perkembangan cacing tanah.
Bila pakan yang akan diberikan berupa sayuran maka sebaiknya digiling atau ditumbuk halus terlebih dahulu.
Contoh beberapa jenis pakan dari tumbuhan yang dapat digunakan adalah sayur-sayuran, daun lamtoro, dedak padi, dedak jagung, ampas singkong, ampas tahu, dan batang pisang.
Untuk bahan pakan yang berasal dari hewan berupa kotoran ternak yang memang paling disukai oleh cacing tanah.
Untuk memacu reproduksi dan mendapatkan hasil yang maksimal, pakan ini mutlak harus diberikan.
Hal ini karena kandungan protein dalam kotoran ternak cukup tinggi dan mudah untuk dicerna.
Selain itu, bangkai ikan atau daging busukpun juga bisa digunakan sebagai pakan cacing tanah.
Untuk penggemukan, cacing tanah dapat diberikan pakan campuran dengan kombinasi yang berbeda-beda.
Bahan pakan yang digunakan sebaiknya murah dan mudah diperoleh serta mengandung nutrisi seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.
Selain itu, bahan organik yang digunakan juga sudah terfermentasi terlebih dahulu yang prosesnya terjadi pada kurun waktu 7-35 hari, atau tergantung dari jenis bahannya.
Serbuk gergaji juga bisa digunakan sebagai bahan organik alternatif untuk media, asalkan tidak mengandung minyak asiri yang menyengat.
Penggunaan serbuk kayu bisa dicampur dengan sekam, yakni dengan syarat campuran media ini harus difermentasi selama 15-20 hari sebelum digunakan sebagai media.
Batang pisang dan ampas tebu juga dapat digunakan sebagai media karena kandungan air dan karbohidratnya tinggi, lembap, dan bisa tetap dingin walaupun cuaca sedang panas.
Untuk membuat media, bahan-bahan tersebut tidak seluruhnya digunakan, tapi cukup dipilih salah satu atau beberapa bahan saja.
Sesuaikan juga dengan kondisi lingkungan sekitar.
Penggunaan kompos dapat dicampur atau tidak dicampur dengan bahan lain.
Pada umumnya, penggunaan kompos dicampur dengan kotoran ternak dengan pembandingan 1 : 1.
2. Pembuatan Media
Bahan organik yang akan digunakan sebagai media harus sudah mengalami pelapukan atau terfermentasi karena nantinya akan digunakan sebagai bahan makanan cacing tanah.
Bahan organik yang dapat digunakan berupa kompos, kotoran ternak, sekam, batang pisang, ampas tebu, dan serbuk gergaji.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam beternak cacing tanah adalah sebagai berikut :
- Media harus terdiri dari bahan organik berserat yang telah lapuk 50-65% dan tidak mengeluarkan gas.
- Media harus mampu menahan kestabilan kelembapan sekitar 30-35%.
- Media harus gembur dan tidak padat.
- Kandungan protein yang dapat langsung dicerna dalam media tidak terlalu tinggi (15%0.
- Media memiliki suhu sekitar 20-30 derajat celcius.
- Siapkan bahan organik. Lakukan pemotongan dan perajangan sampai ukurannya kecil.
- Aduk bahan sambil disiram dengan air secukupnya hingga seluruh bahan tampak basah dan tercampur rata.
- Masukkan bahan media yang sudah basah ke dalam wadah, kemudian tutup wadah, tapi jangan terlalu rapat.
- Biarkan wadah selama 5-7 hari hingga terfermentasi. Sebaiknya diatas penutup diberikan pemberat agar terhindar dari binatang pengganggu seperti anjing, tikus, dan kucing.
- Setelah terfermentasi, aduk bahan media sehingga diperoleh hasil yang merata dan tutup kembali. Lakukan pengadukan setiap minggu selama 1-5 minggu, tergantung jenis bahan media yang digunakan.
- Jika ada bahan yang belum lapuk, lakukan kembali proses fermentasi seperti semula.
- Jika bahan sudah siap, sebaiknya campur dengan pakan tambahan berupa kotoran ternak yang sudah matang yang siap dikonsumsi setebal 15-25 cm pada wadah.
C. Bibit Cacing Tanah
Bibit cacing tanah merupakan induk cacing yang nantinya akan menghasilkan kokon (telur cacing).
Cacing tanah yang baik adalah yang sudah memiliki alat perkembangbiakan yang disebut klitelum.
Cacing dewasa sudah berumur 2,5-3 bulan dan memiliki panjang 8-14 cm.
Biasanya, jika ditakar per 1 kg, hanya ada sekitar 1.000 cacing yang bisa dijadikan bibit.
Bibit cacing bisa berasal dari alam atau hasil ternak.
Akan tetapi, bibit alam sangat sulit ditemui karena memang sebenarnya cacing tanah jenis Lumbricus rubellus diimpor dari Eropa, bukan asli Indonesia.
Untuk itu, lebih baik menggunakan bibit yang berasal dari hasil ternak.
Selain karena lebih terjamin, bibit hasil ternak lebih seragam dan jumlahnya dapat disesuaikan.
Pemeliharaan bibit calon induk dibagi menjadi beberapa cara yaitu sebagai berikut :
- Pemeliharaan cacing tanah disesuaikan dengan wadah berdimensi 43 cm x 35 cm x 16 cm maka dapat ditebar indukan sebanyak 200-250 gram atau sekitar 400-500 ekor.
- Pemeliharaan khusus kokon sampai anak kemudian dipindahkan setelah cacing dewasa.
- Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
Kegiatan ini disebut dengan sistem pemuliaan.
Perlakuannya adalah memasukkan cacing sedikit demi sedikit ke dalam wadah dan media yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pengamatan tiga jam sekali.
Jika dalam 12 jam tidak ada cacing yang keluar dari dalam wadah, pertanda cacing sudah cocok dengan media tersebut.
D. Pemeliharaan
Berbicara pemeliharaan maka harus dilakukan perawatan, baik itu terhadap kondisi media ataupun pencegahan terhadap gangguan yang dapat menurunkan jumlah cacing tanah yang ditanam.Kegiatan pemeliharaan meliputi pengadukan, penyiraman, pengukuran suhu, dan pergantian media.
Cacing tanah termasuk hewan yang membutuhkan oksigen cukup untuk menunjang keberlangsungan hidupnya.
Media harus selaluu gembur untuk menjamin lancarnya sirkulasi oksigen.
Untuk itu, harus dilakukan pengadukan media 3-4 hari sekali.
Pengadukan dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu kenyamanan cacing tanah.
Penyiraman dilakukan jika pada saat pengadukan media terlihat kering.
Berikan air secukupnya karena hanya bertujuan untuk melembapkan media.
Jangan sampai media terlalu kering atau terlalu basah (15-30%) karena dapat menyebabkan kematian.
Usahakan media hanya 20-30 derajat celcius.
Untuk itu, lakukan pengecekan menggunakan termometer.
Jika suhu terpantau lebih tinggi, lakukan penyemprotan secukupnya agar media tetap sejuk.
Jika memungkinkan, lakukan juga pengecekan pH agar tetap berada pada kisaran 6-7,2 yang merupakan kondisi ideal bagi pertumbuhan cacing.
Bila media pertumbuhan cacing sudah memadat, media sudah tidak layak digunakan karena akan menghambat sirkulasi udara.
Oleh karena itu, harus segera diganti.
Media yang sudah tidak digunakan tersebut kemudian disebut media kascing atau media bekas cacing.
Kascing inilah yang nantinya akan menjadi produk sampingan dari ternak cacing tanah yang dapat dijual sebagai pupuk organik.
Sekadar informasi, jarang sekali ada cacing tanah yang terkena penyakit.
Namun, kendala yang kerap terjadi pada pemeliharaan cacing tanah adalah gangguan hama atau musih dari cacing tanah itu sendiri seperti lintah, kumbang, semut merah, kutu, kaki seribu, orong-orong, dan binatang pengerat.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrol pada bangunan pelindung dan wadah pemeliharaan serta menutup wadah dengan kawat kasa.
E. Panen
Ketika semua proses kegiatan yang berawal dari menentkan lokasi pemeliharaan sudah dilakukan, tentu yang diharapkan adalah hasil panen yang maksimal.Hal ini sangat terkait dengan perlakuan dan perawatan yang dilakukan oleh peternak itu sendiri.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, hasil panen dari beternak cacing tanah bisa berupa cacing itu sendiri dan pupuk kascing.
Panen cacing tanah sendiri bisa berupa panen bibit atau panen cacing tanah untuk pakan yang seluruhnya dipanen tanpa melihat cacing tanah masih muda atau sudah dewasa.
1. Panen cacing tanah
Untuk panen, ada cara mudah melakukannya dengan memanfaatkan kelemahan cacing terhadap cahaya, yaitu sebagai berikut :- Siapkan wadah untuk menampung hasil panen.
- Siapkan alat penerang, yakni bisa berupa lampu petromaks, neon, atau senter.
- Arahkan cahaya dari alat penerang ke media pada salah satu sisi wadah pemeliharaan.
- Cacing yang peka terhadap cahaya akan bergerak menuju sisi yang lebih gelap.
- Keluarkan sedikit demi sedikit media yang terkena cahaya tersebut.
- Arahkan terus cahaya ke bagian media yang belum disorot sambil mengeluarkan sedikit demi sedikit medianya.
- Akhirnya, cacing tanah akan terkumpul pada satu sisi saja sehingga mudah diangkat.
- Masukkan cacing tanah ke dalam wadah penampungan.
2. Panen Kascing
Kascing merupakan hasil sampingan dari pemeliharaan cacing, yakni berupa pupuk organik.Kascing bisa langsung digunakan untuk memupuk tanaman atau dijual ke orang lain yang membutuhkan.
Kascing dapat digunakan sebagai pupuk karena mengandung banyak unsur hara seperti N, P, dan Ca.
Kascing yang sudah dipanen sebaiknya dijemur atau dipanaskan terlebih dahulu karena jika langsung digunakan, dikhawatirkan telur cacing (kokon) masih ada yang tertinggal di dalamnya.