Bawang putih adalah sayuran umbi (lapis) yang diprioritaskan pengembangannya di Tegal (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).
Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama, seperti bawang putih (Melayu), lasun (Aceh), dasun (Minang), lasuna (Batak), bawang handak (Lampung), bawang bodas (Sunda), bawang (Jawa), bhabang pole (Madura), bawang kasihong (Dayak), lasuna kebo (Makasar), lasuna pute (Bugis), pia moputi (Gorontalo), kasuna (Bali), bawa bodudo (Ternate), kalfeo foleu (Timor) dan incuna (Nusa Tenggara).
Bawang putih termasuk tanaman herba semusim yang pertumbuhannya mirip dengan bawang merah.
Helaian daunnya tipis dan tangkai buahnya padat (solid), berbeda dengan daun dan tangkai bunga bawang merah yang berongga menyerupai tabung.
Daun bawang putih merupakan daun tunggal, berbentuk pita, tepi rata, ujung runcing, beralur dan panjangnya dapat mencapai 60 cm dengan lebar hingga 1,5 cm.
Pangkal daun menebal, berdaging dan mengandung cadangan makanan yang disebut umbi.
Umbi pada bawang putih berupa umbi majemuk berbentuk hampir bulat dengan diameter 4-6 cm yang terdiri atas 8-20 siung.
Siung-siung tersebut bentuknya membulat pada bagian punggungnya dan bagian sampingnya serta dan agak bersudut.
Keseluruhan siung dibungkus oleh 3-5 lapis selaput tipis berwarna putih.
Sementara itu, setiap individu siung dibungkus lagi oleh dua lapis selaput tipis, dimana selaput sebelah luar berwarna putih dan agak longgar.
Sedangkan selaput sbelah dalam berwarna pink keputihan dan melekat pada siung namun mudah dikelupaskan.
Adapun cara menanam bawang putih adalah sebagai berikut :
1. Perbanyakan Tanaman
Bawang putih diperbanyak secara vegetatif menggunakan siung.
Siung untuk bibit hendaknya bebas dari serangan penyakit hama dan patogen, bernas, dan memilki bobot 1,5-3 gram persiung.
Ukuran siung bibit yang digunakan akan sangat menentukan besar atau kecilnya umbi yang dihasilkan.
Siung bibit berukuran besar akan memberikan haisl yang lebih tinggi daripada siung bibit berukuran sedang, dan siung bibit berukuran sedang akan memberikan hasil yang lebih tinggi daripada siung yang lebih kecil.
Selain itu, penggunaan bibit bebas virus dapat meningkatkan hasil hingga 50%, namun sering kali umur panennya menjadi lebih panjang.
2. Persiapan Lahan
Sebelum ditanami, lahan untuk pertanaman bawang putih dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma.
Selanjutnya, tanah dibajak atau dicangkul hingga gembur.
Setelah itu, lahan dibiarkan selama 1-2 minggu sebelum dibajak/dicangkul untuk kedua kalinya.
Apabila keasaman tanah berada di bawah 5,5 perlu dilakukan pengapuran untuk meningkatkan pH.
Pemberian kapur dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah dengan cara ditabur.
Kemudian tanah dicangkul agar kapur tercampur merata.
Selanjutnya, lahan dibiarkan lagi selama 2-3 minggu sebelum dilakukan pencangkulan untuk ketiga kalinya.
Satu minggu kemudian lahan sudah siap ditanami.
Adapun kebutuhan kapur untuk menaikkan pH bergantung pada kondisi keasaman tanah awal.
Dianjurkan pengapuran pada lahan bawang putih dengan dosis dolomit sebagai berikut :
- pada pH tanah 4,0 dibutuhkan dolomit sebanyak 10,24 ton/ha,
- pada pH tanah 4,5 dibutuhkan dolomit sebanyak 7,87 ton/ha,
- pada pH tanah 5,0 dibutuhkan dolomit sebanyak 5,49 ton/ha,
- pada pH tanah 5,5 dibutuhkan dolomit sebanyak 3,12 ton/ha dan
- pada pH tanah 6,0 dibutuhkan dolomit sebanyak 0,75 ton/ha.
3. Penanaman
Sebelum ditanam , umbi dipipil menjadi siung dan siung bagian tengah (dalam) dibuang karena ukurannya kecil sehingga akan menghasilkan umbi yang kecil pula.
Siung bibit selanjutnya ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan kedalaman 2/3 bagian terbenam ke dalam tanah dan posisi tegak lurus.
Hindari penanaman yang etrlalu dalam karena pertumbuhan baru akan berjalan lambat dan memperbesar peluang terjadinya pembusukan bibit.
Sebaliknya, penanaman yang terlalu dangkal akan menyebabkan tanaman mudah rebah.
Selain itu, hindari penanaman siung yang terbalik karena pertumbuhan tidak akan sempurna atau tanaman tidak tumbuh sama sekali.
Di Indonesia, penanaman bawang putih dapat dilakukan satu atau dua kali setahun dengan pola rotasi sebagai beriukut :
- bawang putih - sayuran- bawang putih
- bawang putih- sayuran tumpang sari palawija - bawang putih
- bawang putih - palawija - bawang putih
Jarak tanam yang digunakan tergantung pada tingkat kesuburan tanah, ketika ditanah yang lebih subur dianjurkan untuk menggunakan jarak tanam yang lebih lebar daripada tanah yang kurang subur.
Jarak tanam yang terlalu rapat akan menghasilkan umbi yang berukuran kecil akibat terjadinya persaingan mendapatkan air, hara mineral dan cahaya matahari.
Pilihan jarak tanam yang dianjurkan adalah 15 x 10 cm atau 15 x 20 cm atau 10 x 20 cm atau 20 x 20 cm.
Apabila bawang putih ditanam dalam barisan maka jarak antar barisan adalah 30-35 cm dan jarak antara tanaman dalam barisan adalah 5-50 cm.
Pada satu bedengan dapat dibuat dua barisan.
Kebutuhan bibit dalam satu hektar tergantung pada jarak tanaman yang digunakan.
Pada jarak tanam 20 x 20 cm dibutuhkan bibit 200.000-250.000 siung (kira-kira 200kg), pada jarak tanam 20 x 15 cm dibutuhkan 240.000-300.000 siung (kira-kira 240 kg), dan pada jarak tanam 20 x 10 cm dibutuhkan bibit sebanyak 400.000-500.000 siung bibit (kira-kira 400kg).
4. Pemupukan
Pemberian pupuk diberikan dalam dua tahap, yakni sebagai pupuk dasar dan sebagai pupuk susulan.
Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha dan Urea, TSP dan ZK masing-masing dengan dosis 200, 130, dan 200 kg/ha.
Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah, lalu dicangkul agar tercampur merata dengan tanah, atau diberikan di dalam larikan disamping barisan tanaman lalu ditutupi dengan tanah.
Pupuk susuan mulai diberikan setelah tanaman berumur 15 hari setelah tanam dilakukan pemupukan susulan kedua berupa ZA sebanyak 100 kg/ha.
Kebutuhan unsur hara N, P, dan K untuk satu kali musim tanam adalah 240 kg N, 60 kg P2O5 dan 200kg K2O.
Akan tetapi apabila lahan dipupuk dengan pupuk kandang, maka dosis N, P dan K dapat dikurangi menjadi 180 kg N, 60kg P2O5 dan 100 kg K2O.
Rasa dan aroma khas bawang putih dipengaruhi oleh kadar senyawa sulfida yang terdiri atas 60% diallyl disulfida, 20% diallyl trisulfida, 6% allyl propyl disulfida dan sisanya terdiri atas dietil disulfida, daillyl polisulfida, alliin, dan allisin.
Dengan demikian, tanaman ini membutuhkan sulfus dalam jumlah yang cukup banyak sebagai penyusun berbagai senyawa sulfida tersebut.
Oleh karena itu, apabila menggunakan pupuk KCL sebagai sumber K, maka sumber N sebaiknya menggunakan pupuk ZA dan apabila pupuk ZK digunakan sebagai sumber K maka sumber N sebaiknya menggunakan pupuk Urea.
Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan bawang putih akan unsur hara sulfur dapat terpenuhi.
5. Pemeliharaan
Pada hakikatnya, tindakan pemeliharaan pada budidaya bawang putih tidak banyak berbeda dengan tanaman sayuran lainnya, yakni penyulaman, penyiangan gulam, pembumbunan, pemupukan dan pengairan.
Upaya pemeliharaan yang intensif perlu dilakukan untuk memaksimalkan hasil panen berupa umbi.
Penyulaman perlu dilakukan untuk menggantikan individu tanaman yang tidak tumbuh atau tumbuh lalu mati atau tumbuh tetapi tidak sempurna.
Penyulaman hendaknya dilakukan dalam waktu satu minggu setelah tanam karena dalam periode ini telah terlihat kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Untuk penyulaman, perlu disiapkan tanaman pengganti yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok, tetapi ditanam di tempat yang berbeda.
Misalnya, di pinggir bedengan atau di tempat khusus untuk menanam tanaman penyulam.
Tergantung pada kondisi lingkungan dan kondisi pertumbuhan gulma selama musim tanam, penyiangan dapat dilakukan dua kali atau lebih.
Bersamaan dengan penyiangan dapat dilakukan dengan penggemburan tanah.
Penyiangan gulma dan penggemburan tanah dilakukan saat tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam.
Pada saat tanaman berumur 4-5 minggu setelah tanam, penyiangan gulma dan penggemburan tanah dapat dilakukan lagi.
Perlu diperhatikan agar penyiangan gulma dan penggemburan tanah ketika tanaman telah membentuk umbi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak umbi.
Pembumbunan perlu dilakukan terutama pada tanaman yang terdapat di bagian tepi bedengan, yang biasanya mengalami lonsor ketika disiram atau saat hujan.
Pembumbunan dilakukan dengan cara mengambil tanah dan parit menjadi lebih dalam, dan drainase menjadi lebih baik.
Pembumbunan juga berfungsi memperkokoh berdirinya tanaman sehingga umbi yang dihasilkan akan lebih besar.
Pengairan pada masa-masa awal petumbuhan tanaman dianjurkan untuk dilakukan setiap hari di pagi atau sore hari, terutama bila tidak ada hujan.
Setelah tanaman tumbuh dengan baik, frekuensi pemberian air perlu dijarangkan menjadi 2-3 hari sekali atau bahkan seminggu sekali, tergantung pada kondisi tanaman dan cuaca.
Pada saat menjelang panen, kra-kira umur 3 bulan setelah tanam dimana daun-daun sudah mulai menguning, pemberian air hendaknya dihentikan sama sekali.
Hal ini dikarenakan tanaman sudah mulai mengakhiri siklus hidupnya sehingga tidak memerlukan air dalam jumlah yang banyak.
Selain itu, penghentian pemberian air juga untuk menghindari terjadinya pembusukan umbi.